-
Bakti Sosial Di Daerah Bekas Banjir
Kliping Koran | 02/03/07
dhimoy prapanca
Jumat, 31 Mei 2013
MAKALAH KEBIJAKAN MONETER
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana
diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang
berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Tingginya tingkat krisis
yang dialami negri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup
tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan,
berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar
negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak
bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk
menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya.
Kebijakan
moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah
mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam
mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran
pemerintah. Tujuan pembangunan bukan lagi semata-mata pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, tetapi lebih kepada pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan.
Kebijakan
moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro,
yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan
kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang
seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka
kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan
stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan
oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan
moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan
harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter
berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan
barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh
dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter
dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada
instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum,
intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi
bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan
moneter didefinisikan dengan rencana dan tindakan otoritas moneter yang
terkoordinasi untuk menjaga keseimbangan moneter, dan kestabilan nilai
uang, mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas
kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Wikipedia
memberikan definisi kebijakan moneter dengan sebuah proses yang
dilakukan oleh pemerintah, bank sentral, atau otoritas moneter dari
sebuah negara untuk mengontrol, penawaran uang, ketersediaan uang,
tingkat bunga, dalam rangka mencapai seperangkat tujuan orientasi kepada
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi. Dimana biasanya kebijakan moneter
dikenal sebagai pilihan antara kebijakan ekspansi atau kebijakan
kontraksi.
Jadi
dapat disimpulkan dari pengertian di atas bahwa kebijakan moneter
adalah semua upaya atau tindakan bank sentral untuk mempengaruhi
perkembangan moneter (uang beredar, suku bunga, kredit dan nilai tukar)
untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu. Sebagai bagian dari kebijakan
ekonomi makro, maka tujuan kebijakan moneter adalah untuk membantu
mencapai sasaran-sasaran makroekonomi antara lain: pertumbuhan ekonomi,
penyediaan lapangan kerja, stabilitas harga dan keseimbangan neraca
pembayaran. Keempat sasaran tersebut merupakan tujuan/sasaran akhir
kebijakan moneter (final target).
Idealnya,
semua sasaran akhir kebijakan moneter harus dapat dicapai secara
bersamaan dan berkelanjutan. Namun, pengalaman di banyak negara termasuk
di Indonesia menunjukkan bahwa hal yang dimaksud sulit dicapai, bahkan
ada kecenderungan bersifat kontradiktif. Misalnya kebijakan moneter yang
kontraktif untuk menekan laju inflasi dapat berpengaruh negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan kesempatan kerja.
B. Fungsi Kebijakan Moneter
Dari
pengertian kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh
pemerintah (Bank Sentral) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang
beredar.
Sejak
tahun 1945, kebijakan moneter hanya digunakan sebagai kebijakan ekonomi
untuk mencapai stabilitas ekonomi jangka pendek. Adapun kebijakan
fiscal digunakan dalam pengendalian ekonomi jangka panjang. Namun pada
saat ini kebijakan moneter merupakan kebijakan utama yang dipergunakan
untuk pengendalian ekonomi jangka pendek dan jangka panjang. Untuk
mempengaruhi jumlah uang yang beredar, pemerintah dapat melakukan
kebijakan uang ketat dan kebijakan uang longgar.
1. Tight Money Policy, yaotu kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara :
a. Menaikan suku bunga
b. Menjual surat berharga
c. Menaikan cadangan kas
d. Membatasi pemberian kredit
2. Easy Money Policy, yaitu kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral untuk menambah jumlah uang yang beredar dengan cara :
a. Menurunkan tungkat suku bunga
b. Membeli surat-surat berharga
c. Menurunkan cadangan Kas
d. Memberikan kredit longgar.
Macam-macam
kebijakan moneter yaitu politik diskonto, politik pasar terbuka,
kebijakan Cadangan Kas, kebijakan Sanering dan kebijakan Devaluasi
Tertra Revolusi.
C. Tujuan Kebijakan Moneter
Kebijakan
Moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moeneter (Bank
Indonesia) untuk mempengaruhi jumlah yang beredar dan kredit yang pada
akhirnya akan mempegaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Kebijakan moneter
bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur dengan:
1. Kesempatan Kerja
Semakin
besar gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan peningkatan
produksi. Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga
kerja. Hal ini berarti akan terjadinya peningkatan kesempatan kerja dan
kesehjateraan karyawan.
2. Kestabilan harga
Apabila
kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di
masyarakat. Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang
akan sama dengan harga yang akan masa depan.
3. Neraca Pembayaran Internasional
Neraca
pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi
di suatu Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka
pemerintah sering melakukan kebijakan-kebijakan moneter.
Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan moneter dapat
mencapai keberhasilan dalam pelaksanaannya. Prasyarat tersebut meliputi:
1. Indepensi Bank Sentral.
Sebenarnya
tak ada Bank Sentral yang bisa bersifat benar-benar independen tanpa
campur tangan dari pemerintah. Namun demikian, ada instrumen kebijakan
yang tidak dipengaruhi oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan
fiskal.
2. Fokus terhadap sasaran.
Pengendalian
inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain yang hendak
dicapai oleh Bank Sentral. Sasaran-sasaran lain kadang-kadang
bertentangan dengan sasaran pengendalian inflasi, misalnya sasaran
pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, neraca pembayaran, dan kurs. Oleh
karena itu, seharusnya bank Sentral tidak menetapkan sasaran lain dan
berfokus pada sasaran utama pengendalian inflasi.
3. Capacity to forecast inflation.
Bank
Sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi inflasi
secara akurat, sehingga dapat menetapkan target inflasi yang hendak
dicapai.
4. Pengawasan instrumen
Bank Sentral harus memiliki kemampuan untuk mengawasi instrumen-instrumen kebijakan moneter.
5. Pelaksanaan secara konsisten dan transparan.
Dengan
pelaksanaan target inflasi secara konsisten dan transparan, maka
kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan semakin
meningkat.
D. Kerangka Operasi kebijakan Moneter.
Kerangka
operasi kebijakan moneter terdiri dari: instrumen-instrumen moneter,
sasaran operasional dan sasaran antara serta sasaran akhir. Penjelasan
tentang kerangka operasi kebijakan dapat disimak pada uraian berikut:
1. Instrumen-Instrumen Moneter
Instrumen
pengendalian moneter merupakan alat-alat atau media operasi moneter
yang dapat digunakan oleh bank sentral dalam mempengaruhi sasaran
operasional dan sasaran akhir yang telah ditetapkan (Warjiyo, 2005:14)
dan (Ascarya, 2002:51). Instrumen-instrumen kebijakan moneter terdiri
dari:
a) Operasi
Pasar Terbuka (OPT): operasi bank sentral di pasar keuangan dilakukan
dengan cara menjual dan membeli (lelang) surat-surat berharga, misalnya
Surat Berharga Indonesia (SBI).
b) Tingkat
Bunga Diskonto: fasilitas pinjaman jangka pendek dari bank sentral
kepada bank-bank komersial dalam pengendalian likuiditasnya.
c) Giro Wajib Minimum (Reserve requirement):
giro wajib minimum yang harus dipelihara bank-bank komersial di bank
sentral. Ketiga instrumen tersebut bersifat kuantitatif atau instrumen
moneter kuantitatif
d) Himbauan Moral (moral suation).
Instrumen ini bersifat kualitatif karena hanya berupa himbauan yang
sifatnya mengarahkan atau memberikan informasi makro untuk dijadikan
masukan bagi bank-bank umum dalam manajemen aset dan kewajibannya.
2. Sasaran Operasional (Operational Target)
Sasaran
operasional atau sasaran segera yang dicapai dalam operasi moneter.
Variabel sasaran operasional digunakan untuk mengarahkan sasaran antara.
Penetapan sasaran operasional tergantung pada jalur mana yang diyakini
efektif dalam transmisi kebijakan moneter. Kriteria sasaran operasional
antara lain:
a. Dipilih dari variabel moneter yang memiliki hubungan yang stabil dengan sasaran.
b. Dapat dikendalikan oleh bank sentral.
c. Tersedia lebih segera dibanding sasaran antara, akurat dan tidak sering direvisi (Ascarya, 2002: 15).
3. Sasaran Antara (Intermediate Target)
Hubungan
antara sasaran operasional dan sasaran akhir kebijakan moneter bersifat
tidak langsung dan kompleks. Untuk alasan itu, para ahli moneter dan
praktisi bank sentral mendesain simple rule untuk membantu
pelaksanaan kebijakan moneter dengan cara menambahkan indikator yang
disebut sebagai sasaran antara. Sasaran antara merupakan indikator untuk
menilai kinerja keberhasilan kebijakan moneter, sasaran ini dipilih
dari variabe-variabel yang memiliki keterkaitan stabil dengan inflasi,
cakupannya luas, dapat dikendalikan oleh bank sentral, tersedia relatif
cepat, akurat dan tidak sering direvisi, antara lain agregat moneter
(M1dan M2), kredit perbankan dan nilai tukar (Bofinger, 2001:125).
4. Sasaran Akhir (Final Target)
Tujuan
atau sasaran akhir kebijakan moneter tergantung pada tujuan yang
dimandatkan oleh undang-undang bank sentral suatu negara. Misalnya Pasal
7 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang BI secara eksplisit
mencantumkan bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah (stabilitas moneter).
Taylor
(1995) menyatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah
mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan jalur-jalur yang dilalui
oleh kebijakan moneter dalam mempengaruhi sasaran akhir kebijakan
moneter yaitu inflasi.
E. Pemulihan Ekonomi Melalui Kebijakan Moneter di Indonesia
Kestabilan
harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena
tanpa itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor
perbankan akan terhambat. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya
jika fokus utama kebijakan moneter Bank Indonesia selama krisis ekonomi
ini adalah mencapai dan memelihara kestabilan harga dan nilai tukar
rupiah. Apalagi Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
secara jelas menyebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang di dalamnya mengandung
pengertian kestabilan harga (laju inflasi) dan kestabilan nilai tukar
rupiah. Dengan perkataan lain, sesuai dengan UU No. 23 tahun 1999 sasaran kebijakan moneter Bank Indonesia hanya satu (single objective),
yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal ini berbeda dengan
Undang-undang tentang Bank Sentral yang lama, yaitu UU No. 13 tahun
1968, yang menuntut Bank Indonesia untuk memenuhi beberapa sasaran
sekaligus (multiple objectives), yakni mendorong kegiatan
ekonomi, memperluas kesempatan kerja, dan memelihara kestabilan nilai
rupiah, yang pencapaiannya pada hakekatnya dapat saling bertolak
belakang, terutama dalam jangka pendek.
Untuk
mencapai tujuan di atas, Bank Indonesia hingga saat ini masih
menerapkan kerangka kebijakan moneter yang didasarkan pada pengendalian
jumlah uang beredar atau yang di kalangan akademisi dikenal sebagai quantity approach. Di dalam kerangka tersebut Bank Indonesia berupaya mengendalikan uang primer (base money) sebagai
sasaran operasional kebijakan moneter. Dengan jumlah uang primer yang
terkendali maka perkembangan jumlah uang beredar, diharapkan juga ikut
terkendali. Selanjutnya,
dengan jumlah uang beredar yang terkendali diharapkan permintaan
agregat akan barang dan jasa selalu bergerak dalam jumlah yang seimbang
dengan kemampuan produksi nasional sehingga harga-harga dan nilai tukar
dapat bergerak stabil.
Dengan
menggunakan kerangka kebijakan moneter seperti telah diuraikan di atas,
Bank Indonesia pada periode awal krisis ekonomi, terutama selama tahun
1998, menerapkan kebijakan moneter ketat untuk mengembalikan stabilitas
moneter. Kebijakan moneter ketat terpaksa dilakukan karena dalam periode
itu ekspektasi inflasi di tengah masyarakat sangat tinggi dan jumlah
uang beredar meningkat sangat pesat.
Di
tengah tingginya ekspektasi inflasi dan tingkat risiko memegang rupiah,
upaya memperlambat laju pertumbuhan uang beredar telah mendorong
kenaikan suku bunga domestik secara tajam. Suku bunga yang tinggi
diperlukan agar masyarakat mau memegang rupiah dan tidak
membelanjakannya untuk hal-hal yang tidak mendesak serta tidak
menggunakannya untuk membeli valuta asing.
Upaya
pemulihan kestabilan moneter melalui penerapan kebijakan moneter ketat
yang dibantu dengan upaya pemulihan kepercayaan masyarakat kepada
perbankan nasional mulai memberikan hasil positif sejak triwulan IV
1998. Pertumbuhan uang beredar yang melambat dan suku bunga simpanan di
perbankan yang tinggi telah mengurangi peluang dan hasrat masyarakat
dalam memegang mata uang asing sehingga tekanan depresiasi rupiah
berangsur surut. Sejak pertengahan tahun 1998 nilai tukar rupiah
terhadap USD cenderung menguat dan kemudian bergerak relatif stabil
selama tahun 1999.
Sesuai
dengan sistem nilai tukar mengambang yang diterapkan sejak 14 Agustus
1997, perkembangan nilai tukar rupiah lebih banyak ditentukan oleh
mekanisme pasar. Di dalam sistem tersebut, penguatan nilai tukar rupiah
yang terjadi sejak pertengahan 1998 hingga akhir 1999 lebih banyak
disebabkan oleh meredanya tekanan permintaan valas sejalan dengan
terkendalinya jumlah uang beredar dan turunnya ekspektasi inflasi.
Bank
Indonesia hanya melakukan penjualan valas melalui mekanisme pasar pada
harga pasar untuk mensterilisasi atau menyedot kembali ekspansi moneter
yang berasal dari pembiayaan defisit anggaran pemerintah dan bukan
terutama itujukan untuk mengarahkan nilai tukar rupiah ke suatu tingkat
tertentu. Pelaksanaan penjualan valas itu pun tidak sampai membahayakan
posisi cadangan devisa Bank Indonesia karena menggunakan devisa yang
berasal dari penarikan hutang luar negeri pemerintah yang memang
diperuntukkan untuk mendukung pembiayaan defisit anggaran pemerintah.
Nilai
tukar rupiah yang menguat serta didukung oleh pasokan dan distribusi
barang-barang kebutuhan pokok yang membaik telah mendorong penurunan
laju inflasi sejak awal triwulan IV 1998. Bahkan, laju inflasi bulanan
yang sempat mencapai 12,67% pada bulan Februari 1998, mencatat angka
negatif atau deflasi dalam bulan Oktober 1998. Deflasi tersebut kemudian
berlanjut sebanyak tujuh kali berturut-turut selama periode Maret –
September 1999. Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi selama tahun
1999 hanya mencapai 2,0%, jauh lebih rendah daripada laju inflasi selama
tahun 1998 yang mencapai 77,6%. Berarti Indonesia telah berhasil
mengelakkan bahaya hiperinflasi yang sempat mengancam selama paruh
pertama 1998.
Dalam
perkembangan selanjutnya, laju inflasi yang sangat rendah dan nilai
tukar rupiah yang telah jauh menguat dibandingkan di masa puncak krisis
telah memberikan ruang gerak bagi Bank Indonesia untuk memperlonggar
kebijakan moneter dan mendorong penurunan suku bunga domestik. Sebagai
cerminan kebijakan moneter yang agak longgar, pertumbuhan tahunan
sasaran indikatif uang primer yang sebelumnya terus diturunkan hingga
mencapai 11,2% pada Juni 1999, sejak awal semester II 1999 mulai
dinaikkan hingga mencapai 15,7% pada Maret 2000. Sejalan dengan itu,
suku bunga SBI 1 bulan yang selama ini menjadi patokan (benchmark)
bagi bank-bank terus menurun dari level tertinggi 70,58% pada September
1998 menjadi 11,0% pada akhir April 2000. Penurunan suku bunga SBI yang
cukup tajam itu diikuti oleh suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) dan
simpanan perbankan dengan laju penurunan yang hampir sama.
Adapun para ekonom sepakat ciri-ciri suatu Negara yang rentan terhadap krisis moneter adalah apabila Negara tersebut:
- Memiliki jumlah hutang luar negeri yang cukup besar
- Mengalami inflasi yang tidak terkontrol
- Defisit neraca pembayaran yang besar
- Kurs pertukaran mata uang yang tidak seimbang
- Tingkat suku bunga yang diatas kewajaran
Jika
ciri-ciri di atas dimiliki oleh sebuah negara, maka dapat dipastikan
Negara tersebut hanya menunggu waktu mengalami krisis ekonomi.
BAB III
KESIMPULAN
Kebijakan
Moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moeneter (Bank
Indonesia) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar dan kredit, yang
pada akhirnya akan mempegaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.
Pengaturan
jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah
atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar
2.
Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu
kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga
dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
Kebijakan
moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi yang diharapkan
dapat membuka peluang Kesempatan Kerja, Kestabilan harga, Neraca
Pembayaran Internasional.
Selasa, 14 Mei 2013
MAKALAH INFLASI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bila ditinjau dalam jangka panjang, sejak kemerdekaan, upaya Pemerintah Indonesia menjaga kestabilan mata uang telah menuju ke arah yang lebih baik. Prof. M. Sadli, 2005, mengungkapkan bahwa inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Sukarno, karena kebijakan fiskal dan neter sama sekali tidak prudent (kalau perlu uang, cetak saja). Di zaman Suharto pemerintah berusaha menekan inflasi akan tetapi tidak bisa di bawah 10% setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka “inflasi inti” masih lebih besar daripada 5 persen setahun.
BAB 2
PEMBAHASAN
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain, Boediono (1982: 155). Dalam praktek, inflasi dapat diamati dengan mengamati gerak dari indek harga. Tetapi di sini harus diperhitungkan ada tidaknya suppressed inflation (inflasi yang ditutupi).
Akibat inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara riel tingkat pendapatannya juga menurun. Jadi, misalkan besarnya inflasi pada tahun yang bersangkutan naik sebesar 5% sementara pendapatan tetap, maka itu berarti secara riel pendapatan mengalami penurunan sebesar 5% yang akibatnya relatif akan menurunkan daya beli sebesar 5% juga, Putong (2002: 254).
B. Jenis Inflasi
1. Berdasarkan sifatnya. Berdasarkan sifatnya inflasi dibagi menjadi 4 kategori utama, Putong (2002:
260), yaitu:
a. Inflasi merayap/rendah (creeping Inflation), yaitu inflasi yang besarnya kurang dari 10%
a. Inflasi merayap/rendah (creeping Inflation), yaitu inflasi yang besarnya kurang dari 10%
pertahun.
b. Inflasi menengah (galloping inflation) besarnya antara 10-30% pertahun.
c. Inflasi berat (high inflation), yaitu inflasi yang besarnya antara 30-100% pertahun.
d. Inflasi sangat tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang ditandai oleh naiknya harga secara
b. Inflasi menengah (galloping inflation) besarnya antara 10-30% pertahun.
c. Inflasi berat (high inflation), yaitu inflasi yang besarnya antara 30-100% pertahun.
d. Inflasi sangat tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang ditandai oleh naiknya harga secara
drastis hingga mencapai 4 digit (di atas 100%).
2. Berdasarkan sebabnya inflasi dibagi menjadi 2, Putong (2002: 260), yaitu:
a. Demand Pull Inflation. Inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi di satu pihak, di pihak lain kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja penuh (full employment), akibatnya adalah sesuai dengan hukum permintaan, bila permintaan banyak sementara penawaran tetap, maka harga akan naik.
b. Cost Push Inflation. Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya produksi (naiknya biaya produksi dapat terjadi karena tidak efisiennya perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang bersangkutan jatuh / menurun, kenaikan harga bahan baku industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat dan sebagainya).
Akibat dari kedua macam inflasi tersebut, dari segi kenaikan harga output, tidak berbeda, tetapi dari segi volume output (GDP riil) ada perbedaan. Dalam kasus demand inflation, biasanya ada kecenderungan untuk output (GDP riil) menaik bersama-sama dengan kenaikan harga umum. Sebaliknya dalam kasus cost inflation, biasanya kenaikan harga-harga dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang (kelesuan usaha). Perbedaan yang laindari kedua proses inflasi ini terletak pada urutan dari kenaikan harga. Dalam demand inflation kenaikan harga barang akhir (output) mendahului kenaikan barang-barang input dan harga-harga faktor produksi (upah dan sebagainya). Sebaliknya, dalam cost inflation kita melihat kenaikan harga barang-barang akhir (output) mengikuti kenaikan harga barang-barang input/faktor produksi.
Kedua macam inflasi ini jarang sekali dijumpai dalam praktek dalam bentuk yang murni. Pada umumnya, inflasi yang terjadi di berbagai negara di dunia adalah kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut, dan seringkali keduanya saling memperkuat satu sama lain, Boediono (1982: 157-158).
3. Berdasarkan asalnya inflasi dibagi menjadi 2, Putong (2002: 260), yaitu:
a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) yang timbul karena terjadinya defisit
2. Berdasarkan sebabnya inflasi dibagi menjadi 2, Putong (2002: 260), yaitu:
a. Demand Pull Inflation. Inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi di satu pihak, di pihak lain kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja penuh (full employment), akibatnya adalah sesuai dengan hukum permintaan, bila permintaan banyak sementara penawaran tetap, maka harga akan naik.
b. Cost Push Inflation. Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya produksi (naiknya biaya produksi dapat terjadi karena tidak efisiennya perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang bersangkutan jatuh / menurun, kenaikan harga bahan baku industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat dan sebagainya).
Akibat dari kedua macam inflasi tersebut, dari segi kenaikan harga output, tidak berbeda, tetapi dari segi volume output (GDP riil) ada perbedaan. Dalam kasus demand inflation, biasanya ada kecenderungan untuk output (GDP riil) menaik bersama-sama dengan kenaikan harga umum. Sebaliknya dalam kasus cost inflation, biasanya kenaikan harga-harga dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang (kelesuan usaha). Perbedaan yang laindari kedua proses inflasi ini terletak pada urutan dari kenaikan harga. Dalam demand inflation kenaikan harga barang akhir (output) mendahului kenaikan barang-barang input dan harga-harga faktor produksi (upah dan sebagainya). Sebaliknya, dalam cost inflation kita melihat kenaikan harga barang-barang akhir (output) mengikuti kenaikan harga barang-barang input/faktor produksi.
Kedua macam inflasi ini jarang sekali dijumpai dalam praktek dalam bentuk yang murni. Pada umumnya, inflasi yang terjadi di berbagai negara di dunia adalah kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut, dan seringkali keduanya saling memperkuat satu sama lain, Boediono (1982: 157-158).
3. Berdasarkan asalnya inflasi dibagi menjadi 2, Putong (2002: 260), yaitu:
a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) yang timbul karena terjadinya defisit
dalam pembiayaan dan belanja negara yang terlihat pada anggaran belanja negara.
b. Inflasi yang berasal dari luar negeri, karena negara-negara yang menjadi mitra dagang suatu
b. Inflasi yang berasal dari luar negeri, karena negara-negara yang menjadi mitra dagang suatu
negara mengalami inflasi yang tinggi, harga-harga barang dan juga ongkos produksi relatif mahal,
bila terpaksa negara lain harus mengimpor barang tersebut maka harga jualnya di dalam negeri
tentu saja bertambah mahal.
BAB III
A. Kesimpulan
adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain.
Inflasi digolongkan menurut beberapa cara, dapat menurut laju inflasi (ringan, sedang, berat, hiper inflasi), sebab awalnya (demand atau cost inflation), asalnya (domestic atau imported inflation).
Ada 3 teori utama mengenai inflasi. Teori Kuantitas menekankan bahwa penyebab utama inflasi adalah pertambanahn jumlah uang beredar dan psikologi masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang. Teori Keynes: inflasi terjadi karenan masyarakat hidup diluar batas kemampuan sekonomisnya.. Teori strukturalis: sebab inflasi adalah dari kekakuan struktur ekonomi.
Biaya Inflasi. Biaya Inflasi yang diharapkan muncul adalah: Shoe leather cost, Menu cost, Complaint and opportunity loss cost, Biaya perubahan peraturan/undang-undang pajak, dan Biaya ketidaknyamanan hidup. Biaya inflasi yang tidak diharapkan: Redistribusi pendapatan antara debitor dengan kreditor dan Penurunan nilai uang pensiunan.
Dampak inflasi antara lain engara rentan timbul kekacauan, masyarakat menarik tabungan, bank kekurangan dana dam bangkrut, harga semakin naik, distribusi barang tidak adil, produsen bangkrut, dampak positifnya adalah masyarakats emakinselektif memilih barang, menumbuhkan industri kecil, dan pengangguran berkurang karena banyak wirausahawan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi inflasi adalah yang berkaitan dengan Kebijaksanaan Moneter, Kebijakan Fiskal, Kebijakan yang Berkaitan dengan Output, Kebijaksanaan Penetuan Harga dan Indexing, Sanering, dan Devaluasi.
A. Saran
Dengan dua pendekatan (moneterist dan strukturalist) pada komposisi yang tepat, maka diharapkan bukan saja dalam jangka pendek inflasi dapat dikendalikan, tetapi juga dalam jangka panjang. Dan, bila ada upaya yang serius untuk memperkecil atau bahkan menghilangkan hambatan-hambatan struktural yang ada, maka akan berakibat pada membaiknya fundamental ekonomi Indonesia.
SUMBER :
Atmaja, Adwin. 1999. INFLASI DI INDONESIA: SUMBER-SUMBER PENYEBAB DAN PENGENDALIANNYA, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 1, No. 1, Mei 1999, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra.
BAB III
PENUTUP
adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain.
Inflasi digolongkan menurut beberapa cara, dapat menurut laju inflasi (ringan, sedang, berat, hiper inflasi), sebab awalnya (demand atau cost inflation), asalnya (domestic atau imported inflation).
Ada 3 teori utama mengenai inflasi. Teori Kuantitas menekankan bahwa penyebab utama inflasi adalah pertambanahn jumlah uang beredar dan psikologi masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang. Teori Keynes: inflasi terjadi karenan masyarakat hidup diluar batas kemampuan sekonomisnya.. Teori strukturalis: sebab inflasi adalah dari kekakuan struktur ekonomi.
Biaya Inflasi. Biaya Inflasi yang diharapkan muncul adalah: Shoe leather cost, Menu cost, Complaint and opportunity loss cost, Biaya perubahan peraturan/undang-undang pajak, dan Biaya ketidaknyamanan hidup. Biaya inflasi yang tidak diharapkan: Redistribusi pendapatan antara debitor dengan kreditor dan Penurunan nilai uang pensiunan.
Dampak inflasi antara lain engara rentan timbul kekacauan, masyarakat menarik tabungan, bank kekurangan dana dam bangkrut, harga semakin naik, distribusi barang tidak adil, produsen bangkrut, dampak positifnya adalah masyarakats emakinselektif memilih barang, menumbuhkan industri kecil, dan pengangguran berkurang karena banyak wirausahawan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi inflasi adalah yang berkaitan dengan Kebijaksanaan Moneter, Kebijakan Fiskal, Kebijakan yang Berkaitan dengan Output, Kebijaksanaan Penetuan Harga dan Indexing, Sanering, dan Devaluasi.
A. Saran
Dengan dua pendekatan (moneterist dan strukturalist) pada komposisi yang tepat, maka diharapkan bukan saja dalam jangka pendek inflasi dapat dikendalikan, tetapi juga dalam jangka panjang. Dan, bila ada upaya yang serius untuk memperkecil atau bahkan menghilangkan hambatan-hambatan struktural yang ada, maka akan berakibat pada membaiknya fundamental ekonomi Indonesia.
SUMBER :
Atmaja, Adwin. 1999. INFLASI DI INDONESIA: SUMBER-SUMBER PENYEBAB DAN PENGENDALIANNYA, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 1, No. 1, Mei 1999, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra.
Rabu, 03 April 2013
Makalah Pasar Persaingan Sempurna
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada pasar ini kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran dapat bergerak secara leluasa. Ada pun harga yang terbentuk benar-benar mencerminkan keinginan produsen dan konsumen. Permintaan mencerminkan keinginan konsumen, sementara penawaran mencerminkan keinginan produsen atau penjual. Bentuk pasar persaingan murni terdapat terutama dalam bidang produksi dan perdagangan hasil-hasil pertanian seperti beras, terigu, kopra, dan minyak kelapa. Bentuk pasar ini terdapat pula perdagangan kecil dan penyelenggaraan jasa-jasa yang tidak memerlukan keahlian istimewa ( pertukangan, kerajinan ).
Dalam persaingan sempurna ini pembeli dan penjual berjumlah banyak. Artinya, jumlah pembeli dan jumlah penjual sedemikian besarnya, sehingga masing-masing pembeli dan penjual tidak mampu mempengaruhi harga pasar. Dengan demikian masing-masing pembeli dan penjual telah menerima tingkat harga yang terbentuk di pasar sebagai suatu datum atau fakta yang tidak dapat di ubah. Bagi pembeli, barang atau jasa yang ia beli merupakan bagian kecil dari keseluruhan jumlah pembelian masyarakat. Bagi penjual pun berlaku hal yang sama sehingga bila penjual menurunkan harga, ia Akan rugi sendiri, sedangkan bila menaikan harga. Maka pembeli akan lari penjual lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat di buat beberapa rumusan masalah yaitu antar lain:
- Ciri-ciri pasar persaingan sempurna.
- Pemaksimuman keuntungan jangka pendek.
- Keseimbangan dalam industri.
- Kebaikan & keburukan pasar persaingan sempurna.
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan karya tulis ini adalah:
- Untuk mengetahui cirri-ciri pasar persaingan sempurna.
- Untuk mengetahui pemaksimuman keuntungan jangka pendek.
- Untuk mengetahui keseimbangan dalam industri.
Untuk mengetahui kebaikan & keburukan pasar persaingan sempurna.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
2.1 Ciri-ciri pasar persaingan sempurna
Pasar persaingan sempurna dapat didefinisikan sebagai suatu struktur pasar atau industri dimana terdapat banyak penjual dan pembeli, dan setiap penjual atau pun pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan di pasar.
Ciri-ciri selengkapnya dari pasar persaingan sempurna adalah seperti yang diuraikan dibawah ini :
v Perusahaan adalah pengambil harga
Pengambil harga atau price taker berarti suatu perusahan yang ada di dalam pasar tidak dapat menentukan atau mengubah harga pasar. Apa pun tindakan perusahaan dalam pasar, ia tidak akan menimbulkan perubahan ke atas harga pasar yang berlaku. Harga barang di pasar ditentukan oleh interaksi diantara keseluruhan produsen dan keseluruhan pembeli. Seorang produsen terlalu kecil peranannya didalam pasar sehingga tidak dapat mempengaruhi penentuan harga atau tingkat produksi dipasar. Peranannya sangat kecil tersebut disebabkan karena jumlah produksi yang diciptakan produsen merupakan sebagian kecil saja dari keseluruhan jumlah barang yang dihasilkan dan diperjual-belikan.
v Setiap perusahaan mudah keluar atau masuk
Sekiranya perusahaan mengalami kerugian, dan ingin meninggalkan industri tersebut, langkah ini dapat dengan mudah dilakukan. Sebaliknya apabila ada produsen yang ingin melakukan kegiatan di industri tersebut, produsen tersebut dapat dengan mudah melakukan kegiatan yang diinginkannya tersebut. Sama sekali tidak terdapat hambatan-hambatan, baik secara legal maupun dalam bentuk lain secara keuangan atau secara kemampuan teknologi, misalnya kepada perusahaan-perusahaan untuk memasuki atau meninggalkan bidang usaha tersebut.
v Menghasilkan barang serupa
Barang yang dihasilkan berbagai perusahaan tidak mudah untuk dibeda-bedakan. Barang yang dihasilkan sangat sama atau serupa. Tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara barang yang dihasilkan suatu perusahaan lainnya. Barang seperti itu dinamakan dengan istilah barang identical atau homogenous. Karena barang-barang tersebut adalah sangat serupa para pembeli tidak dapat membedakan yang mana dihasilkan produsen A atau B atau produsen yang lainnya. Barang yang dihasilkan seorang produsen merupakan pengganti sempurna kepda barang yang dihasilkan oleh produsen-produsen lain. Sebagai akibat dari efek ini, tidak ada gunanya kepada perusahaan-perusahaan untuk melakukan persaingan yang berbentuk persaingan bukan harga atau nonprice competition ataupersaingan dengan misalnya melakukan iklan dan promosi penjualan. Cara ini tidak efektif untuk menaikkan penjualan karena pembeli mengetahui bahwa barang-barang yang dihasilkan berbagai produsen dalam industri tersebut tidak ada bedanya sama sekali.
v Terdapat banyak perusahaan di pasar
Sifat inilah yang menyebabkan perusahaan tidak mempunyai kekuasaan untuk mengubah harga. Sifat ini meliputi dua aspek, yaitu jumlah perusahaan sangat banyak dan masing-masing perusahaan adalah relative kecil kalau dibandingkan dengan keseluruhan jumlah perusahaan di dalam pasar. Sebagai akibatnya produksi setiap perusahaan adalah sangat sedikit kalau dibandingkan dengan jumlah produksi dalam industri tersebut,. Sifat ini menyebabkan apa pun yang dilakukan perusahaan, seperti menaikkan atau menurunkan harga dan menaikkan atau menurunkan produksi, sedikit pun ia tidak mempengaruhi harga yang berlaku dalam pasar/industri tersebut.
v Pembeli mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai pasar
Dalam pasar persaingan sempurna juga dimisalkan bahwa jumlah pembeli adalah sangat banyak. Namun demikian dimisalkan pula bahwa masing-masing pembeli tersebut mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai keadaan dipasar, yaitu mereka mengetahui tingkat harga yang berlaku dan perubahan-perubahan ke atas harga tersebut. Akibatnya para produsen tidak dapat menjual barangnya dengan harga yang lebih tinggi dari yang berlaku di pasar.
2.4 Kebaikan dan keburukan pasar persaingan sempurna
Pasar persaingan sempurna memiliki bebarapa kebaikan dibandingkan pasar-pasar yang lainnya antara lain :
1. Persaingan sempurna memaksimumkan efisiensi
Sebelum menerangkan kebaikan dari pasar persaingan sempurna ditinjau dari sudut efisiensi, terlebih dahulu akan diterangkan dua konsep efisiensi yaitu:
a. Efisiensi produktif : Untuk mencapai efisiensi produktif harus dipenuhi dua syarat. Yang pertama, untuk setiap tingkat produksi, biaya yang dikeluarkan adalah yang paling minimum. Untuk menghasilkan suatu tingkat produksi berbagai corak gabungan faktor-faktor produksi dapat digunakan. Gabungan yang paling efisien adalah gabungan yang mengeluarkan biaya yang paling sedikit. Syarat ini harus dipenuhi pada setiap tingkat produksi. Syarat yang kedua, industri secara keseluruhan harus memproduksi barang pada biaya rata-rata yang paling rendah, yaitu pada waktu kurva AC mencapai titik yang paling rendah. Apabila suatu industri mencapai keadaan tersebut maka tingkat produksinya dikatakan mencapai tingkat efisiensi produksi yang optimal, dan biaya produksi yang paling minimal.
b. Efisiensi Alokatif
Untuk melihat apakah efisiesi alokatif dicapai atau tidak, perlulah dilihat apakah alokasi sumber-sumber daya keberbagi kegiatan ekonomi/produksi telah dicapai tingkat yang maksimum atau belum. Alokasi sumber-sumber daya mencapai efisiensi yang maksimum apabila dipenuhi syarat berikut : harga setiap barang sama dengan biaya marjinal untuk memproduksi barang tersebut. Berarti untuk setiap kegiatan ekonomi, produksi harus terus dilakukan sehingga tercapai keadaan dimana harga=biaya marjinal. Dengan cara ini produksi berbagai macam barang dalam perekonomian akan memaksimumkan kesejahteraan masyarakat.
Efisiensi dalam persaingan sempurna
Didalam persaingan sempurna, kedua jenis efisiensi ynag dijelaskan diatas akan selalu wujud. Telah dijelaskan bahwa didalam jangka panjang perusahaan dalam persaingan sempurna akan mendapat untung normal, dan untung normal ini akan dicapai apabila biaya produksi adalah yang paling minimum. Dengan demikian, sesuai dengan arti efisiensi produktif yang telah dijelaskan dalam jangka panjang efisiensi produktif selalu dicapai oleh perushaan dalam persaingan sempurna.
Telah juga dijelaskan bahwa dalam persaingan sempurna harga = hasil penjualan marjinal. Dan didalam memaksimumkan keuntungan syaratnya adalah hasil penjualan marjinal = biaya marjinal. Dengan demikian didalam jangka panjang keadaan ini berlaku: harga = hasil penjualan marjinal = biaya marjinal. Kesamaan ini membuktikan bahwa pasar persaingan sempurna juga mencapai efisiensi alokatif.
Dari kenyataan bahwa efisiensi produktif dan efisiensi alokatif dicapai didalam pasar persaingan sempurna.
2. Kebebasan bertindak dan memilih
Persaingan sempurna menghindari wujudnya konsentrasi kekuasaan di segolonan kecil masyarakat. Pada umumnya orang berkeyakinan bahwa konsentrasi semacam itu akan membatasi kebebasan seseorang dalam melakukan kegiatannya dan memilih pekerjaan yang disukainya. Juga kebebasaannya untuk memilih barang yang dikonsumsikannya menjadi lebih terbatas.
Didalam pasar yang bebas tidak seorang pun mempunyai kekuasaan dalam menentukan harga, jumlah produksi dan jenis barang yang diproduksikan. Begitu pula dalam menentukan bagaimana faktor-faktor produksi digunakan dalam masyarakat, efisiensilah yang menjadi factor yang menentukan pengalokasinya. Tidak seorang pun mempunyai kekuasan untuk menentukan corak pengalokasiannya. Selanjutnya dengan adanya kebebasaan untuk memproduksikan berbagai jenis barang maka masyarakat dapat mempunyai pilihan yang lebih banyak terhadap barang-barang dan jasa-jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhannya. Dan masyarakat mempunyai kebebasan yang penuh keatas corak pilihan yang akan dibuatnya dalam menggunakan factor-faktor produksi yang mereka miliki.
Disamping memiliki kebaikan-kebaikan, pasar persaingan sempurna juga memiliki keburukan-keburukan antara lain :
1. Persaingan sempurna tidak mendorong inovasi
Dalam pasar persaingan sempurna teknologi dapat dicontoh dengan mudah oleh perusahaan lain. Sebagai akibatnya suatu perusahaan tidak dapat meemperoleh keuntungan yang kekal dari mengembangkan teknologi dan teknik memproduksi yang baru tersebut. Oleh sebab itulah keuntungan dalam jangka panjang hanyalah berupa keuntungan normal, Karena walaupun pada mulanya suatu perusahaan dapat menaikkan efisiensi dan menurunkan biaya, perusahaan-perusahaan lain dalam waktu singkat juga dapat berbuat demikian. Ketidakkekalan keuntungan dari mengembangkan teknologi ini menyebabkan perusahaan-perusahaan tidak terdorong untuk melakukan perkembangan teknologi dan inovasi.
Disamping oleh alasan yang disebutkan diatas, segolongan ahli ekonomi juga berpendapat kemajuan teknologi adalah terbatas dipasar persaingan sempurna karena perusahaan-perusahan yang kecil ukurannya tidak akan mampu untuk membuat penyelidikan untuk mengembangkan teknologi yang lebih baik. Penyelidikan seperti itu sering kali sangat mahal biayanya dan tidak dapat dipikul oleh perusahaan yang kecil ukurannya.
2. Persaingan sempurna adakalanya menimbulkan biaya sosial
Didalam menilai efisiensi perusahaan yang diperhatikan adalah cara perusahaan itu menggunakan sumber-sumber daya. Ditinjau dari sudut pandangnan perusahaan, penggunaannya mungkimn sangat efisien. Akan tetapi, ditinjau dari sudut kepentingan masyarakat, adakalanya merugikan.
3. Membatasi pilihan konsumen
Karena barang yang dihasilkan perusahaan-perusahan adalah 100 persen sama, konsumen mempunyai pilihan yang terbatas untuk menentukan barang yang akan dikonsumsinya.
4. Biaya dalam pasar persaingan sempurna mungkin lebih tinggi
Didalam mengatakan biaya produksi dalam pasar persaingan sempurna adalah paling minimum,tersirat (yang tidak dinyatakan)pemisalan bahwa biaya produksi tidak berbeda. Pemisalan ini tidak selalu benar. Perusahaan-perusahaan dalam bentuk pasar lainnya mungkin dapat mengurangi biaya produksi sebagai akibat menikmati skala ekonomi,perkembangan teknologi dan inovasi.
5. Distribusi pendapatan tidak selalu rata
Suatu corak distribusi pendapatan tertentu menimbulkan suatu pola permintaan tertentu dalam masyarakat. Pola permintaan tersebut akan menentukan bentuk pengalokasian sumber-sumber daya. Ini berarti distribusi pendapatan menentukan bagaimana bentuk dari penggunaan sumber-sumber daya yang efisien. Kalau distribusi pendapatan tidak merata maka penggunaan sumber-sumber daya (yang dialokasikan secara efisien) akan lebih banyak digunakan untuk kepentingan golongan kaya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari karya tulis ini adalah :
Ø Pasar persaingan sempurna dapat didefinisikan sebagai suatu struktur pasar atau industri dimana terdapat banyak penjual dan pembeli, dan setiap penjual atau pun pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan di pasar.
Ø Ciri-ciri dari pasar persaingan sempurna adalah
a. Perusahaan adalah pengambil harga
b. Setiap perusahaan mudah keluar atau masuk
c. Menghasilkan barang yang serupa
d. Terdapat banyak perusahaan di pasar
e. Pembeli mempunyai pengetahuan yang sempurna
Ø Kebaikan dan keburukan dari pasar persaingan sempurna
Kebaikannya :
a. Persaingan sempurna memaksimumkan efisiensi
b. Kebebasan bertindak dan memilih
Keburukannya :
a. Persaingan sempurna tidak mendorong inovasi
b. Persaingan sempurna adakalanya menimbulkan biaya social
c. Membatasi pilihan konsumen
d. Biaya produksi dalam persaingan sempurna mungkin lebih tinggi
e. Distribusi pendapatn tidak selalu merata
sumber: google.com
Langganan:
Postingan (Atom)