BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana
diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang
berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Tingginya tingkat krisis
yang dialami negri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup
tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan,
berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar
negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak
bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk
menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya.
Kebijakan
moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah
mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam
mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran
pemerintah. Tujuan pembangunan bukan lagi semata-mata pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, tetapi lebih kepada pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan.
Kebijakan
moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro,
yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan
kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang
seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka
kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan
stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan
oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan
moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan
harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter
berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan
barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh
dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter
dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada
instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum,
intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi
bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan
moneter didefinisikan dengan rencana dan tindakan otoritas moneter yang
terkoordinasi untuk menjaga keseimbangan moneter, dan kestabilan nilai
uang, mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas
kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Wikipedia
memberikan definisi kebijakan moneter dengan sebuah proses yang
dilakukan oleh pemerintah, bank sentral, atau otoritas moneter dari
sebuah negara untuk mengontrol, penawaran uang, ketersediaan uang,
tingkat bunga, dalam rangka mencapai seperangkat tujuan orientasi kepada
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi. Dimana biasanya kebijakan moneter
dikenal sebagai pilihan antara kebijakan ekspansi atau kebijakan
kontraksi.
Jadi
dapat disimpulkan dari pengertian di atas bahwa kebijakan moneter
adalah semua upaya atau tindakan bank sentral untuk mempengaruhi
perkembangan moneter (uang beredar, suku bunga, kredit dan nilai tukar)
untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu. Sebagai bagian dari kebijakan
ekonomi makro, maka tujuan kebijakan moneter adalah untuk membantu
mencapai sasaran-sasaran makroekonomi antara lain: pertumbuhan ekonomi,
penyediaan lapangan kerja, stabilitas harga dan keseimbangan neraca
pembayaran. Keempat sasaran tersebut merupakan tujuan/sasaran akhir
kebijakan moneter (final target).
Idealnya,
semua sasaran akhir kebijakan moneter harus dapat dicapai secara
bersamaan dan berkelanjutan. Namun, pengalaman di banyak negara termasuk
di Indonesia menunjukkan bahwa hal yang dimaksud sulit dicapai, bahkan
ada kecenderungan bersifat kontradiktif. Misalnya kebijakan moneter yang
kontraktif untuk menekan laju inflasi dapat berpengaruh negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan kesempatan kerja.
B. Fungsi Kebijakan Moneter
Dari
pengertian kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh
pemerintah (Bank Sentral) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang
beredar.
Sejak
tahun 1945, kebijakan moneter hanya digunakan sebagai kebijakan ekonomi
untuk mencapai stabilitas ekonomi jangka pendek. Adapun kebijakan
fiscal digunakan dalam pengendalian ekonomi jangka panjang. Namun pada
saat ini kebijakan moneter merupakan kebijakan utama yang dipergunakan
untuk pengendalian ekonomi jangka pendek dan jangka panjang. Untuk
mempengaruhi jumlah uang yang beredar, pemerintah dapat melakukan
kebijakan uang ketat dan kebijakan uang longgar.
1. Tight Money Policy, yaotu kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara :
a. Menaikan suku bunga
b. Menjual surat berharga
c. Menaikan cadangan kas
d. Membatasi pemberian kredit
2. Easy Money Policy, yaitu kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral untuk menambah jumlah uang yang beredar dengan cara :
a. Menurunkan tungkat suku bunga
b. Membeli surat-surat berharga
c. Menurunkan cadangan Kas
d. Memberikan kredit longgar.
Macam-macam
kebijakan moneter yaitu politik diskonto, politik pasar terbuka,
kebijakan Cadangan Kas, kebijakan Sanering dan kebijakan Devaluasi
Tertra Revolusi.
C. Tujuan Kebijakan Moneter
Kebijakan
Moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moeneter (Bank
Indonesia) untuk mempengaruhi jumlah yang beredar dan kredit yang pada
akhirnya akan mempegaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Kebijakan moneter
bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur dengan:
1. Kesempatan Kerja
Semakin
besar gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan peningkatan
produksi. Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga
kerja. Hal ini berarti akan terjadinya peningkatan kesempatan kerja dan
kesehjateraan karyawan.
2. Kestabilan harga
Apabila
kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di
masyarakat. Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang
akan sama dengan harga yang akan masa depan.
3. Neraca Pembayaran Internasional
Neraca
pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi
di suatu Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka
pemerintah sering melakukan kebijakan-kebijakan moneter.
Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan moneter dapat
mencapai keberhasilan dalam pelaksanaannya. Prasyarat tersebut meliputi:
1. Indepensi Bank Sentral.
Sebenarnya
tak ada Bank Sentral yang bisa bersifat benar-benar independen tanpa
campur tangan dari pemerintah. Namun demikian, ada instrumen kebijakan
yang tidak dipengaruhi oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan
fiskal.
2. Fokus terhadap sasaran.
Pengendalian
inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain yang hendak
dicapai oleh Bank Sentral. Sasaran-sasaran lain kadang-kadang
bertentangan dengan sasaran pengendalian inflasi, misalnya sasaran
pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, neraca pembayaran, dan kurs. Oleh
karena itu, seharusnya bank Sentral tidak menetapkan sasaran lain dan
berfokus pada sasaran utama pengendalian inflasi.
3. Capacity to forecast inflation.
Bank
Sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi inflasi
secara akurat, sehingga dapat menetapkan target inflasi yang hendak
dicapai.
4. Pengawasan instrumen
Bank Sentral harus memiliki kemampuan untuk mengawasi instrumen-instrumen kebijakan moneter.
5. Pelaksanaan secara konsisten dan transparan.
Dengan
pelaksanaan target inflasi secara konsisten dan transparan, maka
kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan semakin
meningkat.
D. Kerangka Operasi kebijakan Moneter.
Kerangka
operasi kebijakan moneter terdiri dari: instrumen-instrumen moneter,
sasaran operasional dan sasaran antara serta sasaran akhir. Penjelasan
tentang kerangka operasi kebijakan dapat disimak pada uraian berikut:
1. Instrumen-Instrumen Moneter
Instrumen
pengendalian moneter merupakan alat-alat atau media operasi moneter
yang dapat digunakan oleh bank sentral dalam mempengaruhi sasaran
operasional dan sasaran akhir yang telah ditetapkan (Warjiyo, 2005:14)
dan (Ascarya, 2002:51). Instrumen-instrumen kebijakan moneter terdiri
dari:
a) Operasi
Pasar Terbuka (OPT): operasi bank sentral di pasar keuangan dilakukan
dengan cara menjual dan membeli (lelang) surat-surat berharga, misalnya
Surat Berharga Indonesia (SBI).
b) Tingkat
Bunga Diskonto: fasilitas pinjaman jangka pendek dari bank sentral
kepada bank-bank komersial dalam pengendalian likuiditasnya.
c) Giro Wajib Minimum (Reserve requirement):
giro wajib minimum yang harus dipelihara bank-bank komersial di bank
sentral. Ketiga instrumen tersebut bersifat kuantitatif atau instrumen
moneter kuantitatif
d) Himbauan Moral (moral suation).
Instrumen ini bersifat kualitatif karena hanya berupa himbauan yang
sifatnya mengarahkan atau memberikan informasi makro untuk dijadikan
masukan bagi bank-bank umum dalam manajemen aset dan kewajibannya.
2. Sasaran Operasional (Operational Target)
Sasaran
operasional atau sasaran segera yang dicapai dalam operasi moneter.
Variabel sasaran operasional digunakan untuk mengarahkan sasaran antara.
Penetapan sasaran operasional tergantung pada jalur mana yang diyakini
efektif dalam transmisi kebijakan moneter. Kriteria sasaran operasional
antara lain:
a. Dipilih dari variabel moneter yang memiliki hubungan yang stabil dengan sasaran.
b. Dapat dikendalikan oleh bank sentral.
c. Tersedia lebih segera dibanding sasaran antara, akurat dan tidak sering direvisi (Ascarya, 2002: 15).
3. Sasaran Antara (Intermediate Target)
Hubungan
antara sasaran operasional dan sasaran akhir kebijakan moneter bersifat
tidak langsung dan kompleks. Untuk alasan itu, para ahli moneter dan
praktisi bank sentral mendesain simple rule untuk membantu
pelaksanaan kebijakan moneter dengan cara menambahkan indikator yang
disebut sebagai sasaran antara. Sasaran antara merupakan indikator untuk
menilai kinerja keberhasilan kebijakan moneter, sasaran ini dipilih
dari variabe-variabel yang memiliki keterkaitan stabil dengan inflasi,
cakupannya luas, dapat dikendalikan oleh bank sentral, tersedia relatif
cepat, akurat dan tidak sering direvisi, antara lain agregat moneter
(M1dan M2), kredit perbankan dan nilai tukar (Bofinger, 2001:125).
4. Sasaran Akhir (Final Target)
Tujuan
atau sasaran akhir kebijakan moneter tergantung pada tujuan yang
dimandatkan oleh undang-undang bank sentral suatu negara. Misalnya Pasal
7 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang BI secara eksplisit
mencantumkan bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah (stabilitas moneter).
Taylor
(1995) menyatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah
mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan jalur-jalur yang dilalui
oleh kebijakan moneter dalam mempengaruhi sasaran akhir kebijakan
moneter yaitu inflasi.
E. Pemulihan Ekonomi Melalui Kebijakan Moneter di Indonesia
Kestabilan
harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena
tanpa itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor
perbankan akan terhambat. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya
jika fokus utama kebijakan moneter Bank Indonesia selama krisis ekonomi
ini adalah mencapai dan memelihara kestabilan harga dan nilai tukar
rupiah. Apalagi Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
secara jelas menyebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang di dalamnya mengandung
pengertian kestabilan harga (laju inflasi) dan kestabilan nilai tukar
rupiah. Dengan perkataan lain, sesuai dengan UU No. 23 tahun 1999 sasaran kebijakan moneter Bank Indonesia hanya satu (single objective),
yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal ini berbeda dengan
Undang-undang tentang Bank Sentral yang lama, yaitu UU No. 13 tahun
1968, yang menuntut Bank Indonesia untuk memenuhi beberapa sasaran
sekaligus (multiple objectives), yakni mendorong kegiatan
ekonomi, memperluas kesempatan kerja, dan memelihara kestabilan nilai
rupiah, yang pencapaiannya pada hakekatnya dapat saling bertolak
belakang, terutama dalam jangka pendek.
Untuk
mencapai tujuan di atas, Bank Indonesia hingga saat ini masih
menerapkan kerangka kebijakan moneter yang didasarkan pada pengendalian
jumlah uang beredar atau yang di kalangan akademisi dikenal sebagai quantity approach. Di dalam kerangka tersebut Bank Indonesia berupaya mengendalikan uang primer (base money) sebagai
sasaran operasional kebijakan moneter. Dengan jumlah uang primer yang
terkendali maka perkembangan jumlah uang beredar, diharapkan juga ikut
terkendali. Selanjutnya,
dengan jumlah uang beredar yang terkendali diharapkan permintaan
agregat akan barang dan jasa selalu bergerak dalam jumlah yang seimbang
dengan kemampuan produksi nasional sehingga harga-harga dan nilai tukar
dapat bergerak stabil.
Dengan
menggunakan kerangka kebijakan moneter seperti telah diuraikan di atas,
Bank Indonesia pada periode awal krisis ekonomi, terutama selama tahun
1998, menerapkan kebijakan moneter ketat untuk mengembalikan stabilitas
moneter. Kebijakan moneter ketat terpaksa dilakukan karena dalam periode
itu ekspektasi inflasi di tengah masyarakat sangat tinggi dan jumlah
uang beredar meningkat sangat pesat.
Di
tengah tingginya ekspektasi inflasi dan tingkat risiko memegang rupiah,
upaya memperlambat laju pertumbuhan uang beredar telah mendorong
kenaikan suku bunga domestik secara tajam. Suku bunga yang tinggi
diperlukan agar masyarakat mau memegang rupiah dan tidak
membelanjakannya untuk hal-hal yang tidak mendesak serta tidak
menggunakannya untuk membeli valuta asing.
Upaya
pemulihan kestabilan moneter melalui penerapan kebijakan moneter ketat
yang dibantu dengan upaya pemulihan kepercayaan masyarakat kepada
perbankan nasional mulai memberikan hasil positif sejak triwulan IV
1998. Pertumbuhan uang beredar yang melambat dan suku bunga simpanan di
perbankan yang tinggi telah mengurangi peluang dan hasrat masyarakat
dalam memegang mata uang asing sehingga tekanan depresiasi rupiah
berangsur surut. Sejak pertengahan tahun 1998 nilai tukar rupiah
terhadap USD cenderung menguat dan kemudian bergerak relatif stabil
selama tahun 1999.
Sesuai
dengan sistem nilai tukar mengambang yang diterapkan sejak 14 Agustus
1997, perkembangan nilai tukar rupiah lebih banyak ditentukan oleh
mekanisme pasar. Di dalam sistem tersebut, penguatan nilai tukar rupiah
yang terjadi sejak pertengahan 1998 hingga akhir 1999 lebih banyak
disebabkan oleh meredanya tekanan permintaan valas sejalan dengan
terkendalinya jumlah uang beredar dan turunnya ekspektasi inflasi.
Bank
Indonesia hanya melakukan penjualan valas melalui mekanisme pasar pada
harga pasar untuk mensterilisasi atau menyedot kembali ekspansi moneter
yang berasal dari pembiayaan defisit anggaran pemerintah dan bukan
terutama itujukan untuk mengarahkan nilai tukar rupiah ke suatu tingkat
tertentu. Pelaksanaan penjualan valas itu pun tidak sampai membahayakan
posisi cadangan devisa Bank Indonesia karena menggunakan devisa yang
berasal dari penarikan hutang luar negeri pemerintah yang memang
diperuntukkan untuk mendukung pembiayaan defisit anggaran pemerintah.
Nilai
tukar rupiah yang menguat serta didukung oleh pasokan dan distribusi
barang-barang kebutuhan pokok yang membaik telah mendorong penurunan
laju inflasi sejak awal triwulan IV 1998. Bahkan, laju inflasi bulanan
yang sempat mencapai 12,67% pada bulan Februari 1998, mencatat angka
negatif atau deflasi dalam bulan Oktober 1998. Deflasi tersebut kemudian
berlanjut sebanyak tujuh kali berturut-turut selama periode Maret –
September 1999. Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi selama tahun
1999 hanya mencapai 2,0%, jauh lebih rendah daripada laju inflasi selama
tahun 1998 yang mencapai 77,6%. Berarti Indonesia telah berhasil
mengelakkan bahaya hiperinflasi yang sempat mengancam selama paruh
pertama 1998.
Dalam
perkembangan selanjutnya, laju inflasi yang sangat rendah dan nilai
tukar rupiah yang telah jauh menguat dibandingkan di masa puncak krisis
telah memberikan ruang gerak bagi Bank Indonesia untuk memperlonggar
kebijakan moneter dan mendorong penurunan suku bunga domestik. Sebagai
cerminan kebijakan moneter yang agak longgar, pertumbuhan tahunan
sasaran indikatif uang primer yang sebelumnya terus diturunkan hingga
mencapai 11,2% pada Juni 1999, sejak awal semester II 1999 mulai
dinaikkan hingga mencapai 15,7% pada Maret 2000. Sejalan dengan itu,
suku bunga SBI 1 bulan yang selama ini menjadi patokan (benchmark)
bagi bank-bank terus menurun dari level tertinggi 70,58% pada September
1998 menjadi 11,0% pada akhir April 2000. Penurunan suku bunga SBI yang
cukup tajam itu diikuti oleh suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) dan
simpanan perbankan dengan laju penurunan yang hampir sama.
Adapun para ekonom sepakat ciri-ciri suatu Negara yang rentan terhadap krisis moneter adalah apabila Negara tersebut:
- Memiliki jumlah hutang luar negeri yang cukup besar
- Mengalami inflasi yang tidak terkontrol
- Defisit neraca pembayaran yang besar
- Kurs pertukaran mata uang yang tidak seimbang
- Tingkat suku bunga yang diatas kewajaran
Jika
ciri-ciri di atas dimiliki oleh sebuah negara, maka dapat dipastikan
Negara tersebut hanya menunggu waktu mengalami krisis ekonomi.
BAB III
KESIMPULAN
Kebijakan
Moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moeneter (Bank
Indonesia) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar dan kredit, yang
pada akhirnya akan mempegaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.
Pengaturan
jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah
atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar
2.
Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu
kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga
dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
Kebijakan
moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi yang diharapkan
dapat membuka peluang Kesempatan Kerja, Kestabilan harga, Neraca
Pembayaran Internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar